Akankah Krisis Moralitas Runtuhkan Integritas Institusi Polri ?

    Akankah Krisis Moralitas Runtuhkan Integritas Institusi Polri ?
    Pemerhati Politik dan Hukum (PATIH) Paser, Muchtar Amar, SH

    PASER -  Pemerhati Politik dan Hukum di Tanah Paser Muchtar Amar, SH anggap Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo kini mendapat ujian berat terhadap  peristiwa yang menerpa tubuh institusi Polri.

    Tidak sebatas adanya persoalan rangkaian pembunuhan Brigadir J, dan oknum-oknum institusi Polri yang terlibat kasus narkoba, namun juga adanya indikasi beking membeking yang lama-kelamaan mencari keuntungan dengan cara yang tak wajar atau menyalahgunakan kewenangan yang dinilai negatif oleh publik.

    "Jika cara-cara yang digunakan sudah tidak dengana cara etis, lalu bagaimanakah kedepan pimpinan institusi dapat mempertanggungjawabannya kehadapan publik dan si oknum memikulnya di akhirat kelak saat dimintai pertangungjawaban dari sang khalik" tanya Muchtar.

    Semua penyebabnya adalah, karena adanya krisis moralitas dan krisis loyalitas inklusif oknum yang menghalalkan beragam cara peroleh harta, tahta dan wanita.

    "Semua kalangan latah ingin cepat kaya, hidup enak bergelimang harta dengan melawan takdirnya" ungkapnya pada awak media.

    Ia juga menganggap penomena penyimpangan kian parah dan masif, karena keseimbangan memelihara 'nature of god', yang menjadi fitrah manusia semakin terkikis dengan ambisi duniawi, padahal tidak ada krisis selain krisis moralitas". Karena sifat manusia bersifat lemah, berkeluh kesah dan tergesa-gesa, sehingga wajar ketika publik menyuarakan keluhannya ke pemerintah yang memerintah.

    "suara rakyat kan suara tuhan, jika yang disuarakan publik itu secara moralitas inklusif patut diperjuangkan, tidak wajar kepala pemerintahan diam saja, respon Jokowi itu harus disikapi Kapolri dengan bijaksana pula bersama jajarannya, demikian pula oleh institusi lainnya, " terang Amar.

    Lebih lanjut diuraikannya, "jangan sampai publik menyuarakannya kepada sang khalik, itu akan sangat berbahaya, kan regulasi pemerintah partisipatif sebagai norma-norma untuk mengatur tatanan ke arah yang lebih baik, nilai-nilai tamak, serakah saja dianggap tidak baik oleh publik karena timpang, ".

    Partisipatif itu bisa saja berdasar moralitas yang telah tumbuh berkembang di masyarakat yang menilai baik buruk dalam berbuat sesuatu yang percayainya.

    "karena manusia sebagai makhluk sosial saling membutuhkan antara satu dan lainnya, maka janganlah loyalitas ekslusif itu dibudayakan, ini akan terus memberi pengaruh buruk buat bangsa dan negara" pinta dia.

    Dia tak menampik bahwa harta, tahta dan wanita secara ekslusifitas berdampak buruk bukan hanya terhadap diri kita sendiri, tapi berdampak luas ke masyarakat.

    "kalau sekelas pejabat tinggi dengan mudahnya terlibat pembunuhan, narkotika, perjudian, kekerasan seksual dan lain sebagainya, kan tidak menutup kemungkinan bisa terjadi juga di jajaran bawahannya, " tegasnya.

    Dia mengingatkan "praktik ini harus terus diperangi, jika tidak negara ini dipertaruhkan keberadaannya, karena menyangkut integritas moral anak cucu kita di masa mendatang, cukup di era kolonial, dulu kan semua potensi alam melimpah ruah, perbedaan kaya miskin, kuat lemah jangan di eksploitasi, harus bijak di-harmonisasi" tutupnya. (*hendra*).

    Muhamad Ali

    Muhamad Ali

    Artikel Sebelumnya

    Bruce Anzward Berharap Pelaku UMKM Ketahui...

    Artikel Berikutnya

    Ratusan Warga Minta Pemerintah Kembalikan...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Implementasikan Loker Otomatis, Universitas Mercu Buana Laksanakan PKM di PKBM Wiyata Utama Kembangan Utara
    Sebut Penggelapan Dana Bantuan BUMN Rp. 2,9 Milyar Fitnah dan Plintiran, Jusuf Rizal Tertawakan Hendry Ch Bangun
    Mengenal Lebih Dekat Koperasi
    Serda Oki Duduki Peringkat Ketiga Taekwondo Piala Pangkostrad
    Saiful Chaniago: Desa Harus Menjadi Pondasi Kemajuan Indonesia

    Ikuti Kami